Skip to content

  • Home
  • Bandung & China
  • About Us
  • Contact Us

Apakah Benar Teknologi China Sudah Unggul Di Dunia?

Avatar photo Helmi Himawan, 24 October, 202510 November, 2025

@icct.asia

Apakah benar teknologi China sudah unggul di dunia? ini pendapat Amerika Serikat sendiri. #china #chinatechnology #teknologichina

♬ original sound – ICCT – ICCT

Saya membuat video tentang keunggulan teknologi China vs. Amerika Serikat ini di hotel dekat Beijing Capital International Airport, di bulan Juli 2025. Video ini sekarang di Tiktok sudah ditonton lebih dari 14 rb.

Video ini menceritakan kembali (dalam versi saya) sebagian dari hearing “Made in China 2025—Who Is Winning?” yang diadakan oleh US-China Economic and Security Review Commission, pada tanggal 6 Februari 2025.

Agar mendapat pemahaman lebih komprehensif, saya sangat menyarankan Anda, untuk melihat hearing tersebut secara lengkap di link ini.

Salah satu testimoni yang menarik bagi saya adalah dari David Lin, Senior Director for Future Technology Platforms, Special Competitive Studies Project. Paper lengkap dari testimoni-nya bisa didownload disini.

Berikut ini tulisan singkat tentang isi dari paper tersebut.

Namanya David Lin — mantan analis ekonomi di konsulat AS di Shanghai tahun 2015, kini Direktur Senior di Special Competitive Studies Project, lembaga yang mengintai masa depan teknologi dunia.

Sepuluh tahun lalu, ketika Lin baru mendarat di China, ia menyaksikan sesuatu yang menyerupai kebangkitan raksasa. Di ruang-ruang konferensi kota Shanghai, para pejabat Partai dan insinyur muda berbicara dengan berapi-api: “Made in China 2025″. Sebuah janji untuk menapaki tangga nilai industri global. Dari “Made in China” menjadi “Designed in China”. Dari pabrik murah menjadi pusat inovasi.

Waktu bergulir, dan kini janji itu bukan lagi wacana. Dari pabrik smartphone di Dongguan hingga laboratorium AI di Beijing, China telah menulis bab baru dalam sejarah teknologi dunia. Huawei, ZTE, Xiaomi—nama-nama yang dulu dianggap peniru kini menjadi pencipta. “Mereka tak hanya meniru,” ujar Lin, “mereka mempercepat.”


Dalam kesaksiannya, Lin memaparkan peta persaingan yang kian kompleks. Ia menyebut enam medan tempur teknologi: manufaktur maju, bioteknologi, komputasi dan mikroelektronik, energi generasi baru, jaringan canggih, dan kecerdasan buatan. Di empat di antaranya—baterai, 5G, drone, dan robotik industri—China sudah berada di depan.

Ambil contoh baterai. Dengan menguasai 80 persen pasokan global komponen litium-ion dan kapasitas produksi lebih dari 1.700 gigawatt-jam, China tak hanya menjadi pemain utama, tapi juga penentu arah energi masa depan. Dunia berlari menuju mobil listrik, dan Beijing memegang kuncinya.

Dalam 5G, data bercerita lebih keras: empat juta stasiun basis, satu miliar koneksi, hampir seluruh penduduk tersambung. Bagi Lin, ini bukan sekadar kemajuan teknologi, melainkan arsitektur pengaruh global yang menjalar lewat proyek Digital Silk Road. Sementara itu di langit, jutaan drone karya DJI terbang di atas ladang, perkotaan, hingga zona konflik — sembilan dari sepuluh berasal dari China.

Namun di balik deretan statistik, ada kisah yang lebih besar: kemampuan untuk membuat, bukan hanya menciptakan. Ketika dunia lain sibuk merancang inovasi, China sibuk membangun infrastrukturnya. “Inilah kekuatan sejati mereka,” kata Lin. “Kemampuan mengubah cetak biru menjadi realitas dalam skala nasional.”


Kini, ketika beberapa ekonom diluar China menyebut ekonomi China melambat Beijing menjawabnya dengan dua kata: kecerdasan buatan (artificial intelligent).

Sejak 2017, melalui New Generation AI Development Plan, China menempatkan AI di jantung transformasi nasional. Tujuannya ambisius: menjadi pusat inovasi AI dunia pada 2030. Dan langkah-langkahnya semakin nyata. Di awal 2025, dunia teknologi tersentak oleh kemunculan DeepSeek, model AI baru yang menyaingi raksasa Amerika dalam efisiensi dan biaya komputasi. “Mungkin,” kata Lin, “China baru saja melangkah menuju tujuannya satu dekade lebih cepat.”

DeepSeek bukan bagian dari konglomerat besar seperti Alibaba atau Baidu. Ia lahir dari sekelompok insinyur muda, minim dana, tapi dengan visi panjang: membongkar misteri kecerdasan buatan umum—Artificial General Intelligence. Fenomena ini, bagi Lin, menandai babak baru: inovasi akar rumput di dalam sistem yang biasanya dikaitkan dengan kendali negara.

Namun AI hanyalah satu front. Di sisi lain, Beijing mengarahkan pandangannya pada bintang-bintang: energi fusi. Jika Amerika bangga dengan eksperimen fusi di Lawrence Livermore, China menjawab dengan membangun seluruh ekosistemnya—dari laboratorium EAST hingga proyek CFETR yang ditargetkan menghasilkan daya listrik gigawatt pada 2050. Jumlah ilmuwan fusi mereka sepuluh kali lipat dari AS. Anggaran risetnya hampir dua kali lipat. Bahkan dalam jumlah paten, mereka sudah menyalip.

Fusi adalah cermin kompetisi besar ini: siapa yang mampu bukan hanya menemukan, tapi juga membangun masa depan.


Menurut Lin, AS harus belajar dari strategi Beijing yang mampu menggabungkan riset, industri, dan kebijakan dalam satu arus. Amerika, katanya, terlalu sering “menemukan” tapi tak mampu “menyebarkan”. Di sinilah China unggul: koordinasi dan kecepatan eksekusi.

Ia mengusulkan dua langkah besar: melindungi dan memajukan. Melindungi berarti membangun kerangka kerja untuk memahami risiko teknologi dari luar, terutama yang terhubung dengan ekosistem China. Namun memajukan berarti memperkuat kapasitas domestik—membangun infrastruktur, mempercepat transisi energi, menciptakan zona inovasi regional, dan menjembatani jurang antara penemuan dan penerapan.

Karena tanpa itu, katanya, “kita hanya akan menjadi bangsa yang pandai berinovasi, tapi kalah dalam membangun.” Ia menambahkan: teknologi bukan hanya tentang siapa yang menciptakan masa depan, tapi siapa yang mewujudkannya.

Sepuluh tahun setelah slogan Made in China 2025 bergema, dunia menyadari satu hal: masa depan industri bukan lagi tentang asal ide, tapi tentang kemampuan membangun dunia nyata di atas ide itu. Dan dalam perlombaan ini, China telah membuktikan bahwa ia bukan sekadar pemain—ia adalah pembangun.

Amerika, mungkin, masih memimpin dalam mimpi. Tapi di pabrik-pabrik senyap di Suzhou, laboratorium bercahaya biru di Hefei, dan menara komunikasi yang berdiri di padang Gobi—masa depan sedang dibangun, baris demi baris, sirkuit demi sirkuit.

China Tech

Post navigation

Previous post
Next post
@icct.asia

Apakah benar teknologi China sudah unggul di dunia? ini pendapat Amerika Serikat sendiri. #china #chinatechnology #teknologichina

♬ original sound - ICCT - ICCT
@icct.asia

Project 211 dan 985 Usaha untuk menjadi world class university di China. Apakah Rp 18 trilliun (USD 2,2 milyar di tahun 2000) itu besar? Pada tahun 1995, saat project 211 mulai, pendapatan fiskal China sekitar USD 75,2 miliar, jadi hanya 3% dari pendapatan negara. Tahun 2017 saat program Double First-class Plan dimulai, pendapatan China sudah mencapai USD 2,69 trilliun (salah satu faktornya adalah ekspor produk teknologi, hasil investasi di pendidikan tinggi). Otomatis anggaran peningkatan kualitas pendidikan tinggi juga segede gaban di 2017. Sebagai perbandingan estimasi pendapatan fiskal Indonesia di 1995 sekitar USD 30,2 miliar. Tahun 2017 menjadi USD 118 miliar. Orang bilang, saat yang paling tepat menanam pohon adalah 70 tahun yang lalu. Tetapi kalau dulu kita lupa menanam, saat terbaik adalah sekarang. #chinatechnology #teknologichina #china #project211

♬ original sound - ICCT - ICCT
©2025